Minggu, 27 Oktober 2013

Apple Love





Hari ini Mendung datang dengan tiba-tiba. Membawa memory gelap yang ingin aku lupakan.


Pagi itu di hari senin pada jam MK Pertama. Kelas begitu ramai oleh suara para mahasiswa Jurusan Ekonomi semester 6. Akupun turut luput dari keramayan itu. Aku dan teman-temanku membicarakan salah satu tema yang setiap hari kami bahas sebelum jam pelajaran dimulai. Pelajaran? Bukan. Polemik Perekonomian Negara? Bukan juga. He e e e ..... Apa lagi, tentu saja drama Korea kesukaan kami. Gubrak!  



Aku begitu semangat menceritakan karakter Misil dalam drama The Great Queen Sandeok. Yang begitu memukau memerankan perannya. Sesekali aku mengikuti gaya alisnya yang khas saat bercerita, dan ini membuat teman-temanku tertawa terpingkal-pingkal.

           

“Pagi Semuanya, Mohon perhatiannya!” Ucap dosen yang entah sejak kapan sudah berada di depan kelas.

           

“Sebelum kita mulai MK pertama, Bapak akan memperkenalkan Mahasisa baru pindahan dari salah satu Universitas ternama di Tokyo. Silahkan masuk, Hero.”

Hiro, nama yang sepertinya aku kenal. Semoga bukan pria menyebalkan yang kukenal.
           
Tap... tap... tap, Suara langkah sepatu dari pria yang sedang berjalan memasuki kelas. Satu detik, dua detik, sampai detik kesepuluh aku memperhatikan wajah pemuda yang kini berada di depan kelas  tersenyum ke arahku. JDERRRRR!!! 

Aku menganga menyadarinya. Seperti sebuah petir yang tiba-tiba muncul ditengah keheningan, menghangus leburkan keindahan bumi, membuat permukaannya retak membentu sebuah jurang yang dalam dan aku jatuh terjun kedalamnya. Mengerikan.
           
“Perkenalkan, nama saya Hiro Nakamura. Umur  23 tahun saya Mahasiswa pindahan dari Jepang, Mohon bimbingannya.”

“Bahasa Indonesiamu cukup lancar?”

“Terimakasih, Pak.”
           
Kelaspun Riuh oleh suara para gadis centil yang menyapa Hiro, merka bertanya apa ia berasal dari Jepang, Apa dia masih saudara dekat Jaejoong dan bla...bla...bla... Mereka bertanya tanpa tahu berita apa? Jaejoongkan berasal dari korea.  ==”

Berbanding terbalik dengan para gadis, para pria menatap Hiro waspada. Mungkin aku akan ikut heboh seperti gadis yang lainnya jika pria  yang memiliki tatapan tajam dan mempesona itu bukan Hiro dan untuk pertama kalinya aku satu kubu dengan para pria, memberikan tatapan waspada, mengalahkan keterpesonaanku pada ketampanannya.          

“Hiro, Kamu Boleh duduk di sana.” Dosen Ekonomi Mikroku Pak Zaini, yang selalu kubuat kesal setiap kali diskusi. Menunjuk kursi kosong yang berada di samping kananku.

Oh tidak! Dia di sampingku? Tidak akan aku biarkan udara di sekitar kursiku berubah  menjadi berracun karena ada dia di sampingku.

“Kursi di sampingkuku sudah di tempati seseorang, Pak.” Ucapku dengan tergesa.

Pak Zaini menatapku sambil menautkan kedua alisnya. “Saya lihat kursi itu kosong sejak dari tadi. Memang siapa yang duduk di situ?!” Pak Zaini membentuk simpul kecut pada bibirnya. Dia menunggu jawabnku sambil berdecak pinggang. Dari tatapannya ia seolah berkata “Jangan membuat masalah lagi denganku, kalau tidak kau akan kuberi nilai C.”

Oh Tuhan untuk kali ini aku menyesal sering berulah dengannya. Sial, kenapa hari ini tiba-tiba menjadi menyebalkan. Mati aku! Aku gak bisa jawab apa-apa.

“Hero, Silahkan kamu duduk di sana.” Mulutku mengembung kesal tidak terima.

“Siapa dia antara kalian yang dosen pembimbingnya adalah Bapak Alex Pradia.”

Ya Tuhan.... apalagi ini? “Ak.... aku, Pak.” Jawabku ragu sambil mengacungkan tangan.

“Dia salahsatu Mahasiswa bimbingannya. Antarkan dia keruangan Bapa Alex, sehabis jam Mata Kuliah. Sepertinya dia perlu pemandu jalan. Bukan begitu Alex?”

“Betul sekali, Pak.” Jawab Alex sambil kembali menampakkan senyum menyebalkannya ke arahku.

Aku seperti Komik tak berwarna yang tertiup angin musim gugur. Oh Tuhan, sempurna sudah hari ini.

Hiro tersenyum berjalan kearahku. Aku mengalihkan wajahku kesisi kiri  mengacuhkannya, memandang pemandangan di balik jendela. Untung sisi kiriku ada pemandangan indah. Entah apa jadinya nanti jika setiap aku memalikan wajahku selalu melihat wajahnya yang menyebalkan itu. Huhh aku mendesah menjatuhkan kepalaku terkulap di atas meja lemas ... Flo, sepertinya hari-harimu akan menjadi hari yang melelahkan.

“Hey, hey... apa kau kenal dia? Sejak dari tadi dia memandangmu terus?” Tanya salah satu sahabatku yang duduk di depan kursiku. Dia terus saja menyenggolku agar aku menjawab pertanyaanya. Heran aku, apa lehernya tidak pegal karena terus berbalik hanya untuk bertanya tentang orang menyebalkan itu.
 “Haigoooo dia tampan sekali, dia mirip Jaejong JYJ!”  Ucapanya lagi membuat kepalaku semakin pusing. Jaejoong! Yang benar saja.  Akhirnya akupun tidak tahan untuk menjawabnya.

“Tidak tahu, Menurutku dia hanya Demon yang beruntung memiliki wajah malaikat! Hati-hati kau bisa mati terjebak oleh wajah malaikatnya!”  Ucapku sinis sambil sekilas melirik wajahnya yang saat itu hanya tersenyum menertawakanku. Sial, apa yang lucu! Aku memilih kembali terkulap memandang pemandangan di balik jendela.

Pletak!!

“Auuu***” Sebuah Spidol melayang ke kepalaku.

“Flora Agustin, Aku tidak suka ada mahasiswa yang tidur disaat Mata Kuliahku dimulai!”

“Iya, Pak!” Ucapku merengut sambil mengelus kepala yang terkena lemparan spidol tadi dan kelaspun riuh kembali karena menertawakanku. Aku memandang Hiro, yakin salah satu suara di kelas adalah suaranya, namun perkiraanku salah dia tidak tertawa malah terlihat tenang sedang mencatat materi yang sedang di sampaikan Pak Zaini.

****

Tidak Mau.... tidak mau.... Tidak mau!!!!!  Aku berteriak dalam hati.

“Paman, bisa tidak paman meminta dosen atau mahasiswa lain untuk membimbingnya. Pilih siapa saja asal jangan aku! Please.”  Pintaku memelas, kedua telapak tangan kurapatkan di depan hidung. sambil mengeluarkan Jurus Pupyeyesku. Ini adalah jurus andalanku tidak satupun orang yang mampu menolak permintaanku ketika aku mengeluarkan jurusku ini.
           
“Hentikan tingkahlakumu yang seperti anak kecil itu! kamu sungguh tidak manis, Flo.”
           
Aku seperti tertimpa batu besar saat mendengarnya. Aku meliriknya yang sedang sibuk menyusun file dengan muka kaku. Agrrrr pamanku ini terkadang memang sangat kejam. Kata siapa aku ini tidak manis? Paman sepertinya lupa siapa keponakannya ini. Siapa laki-laki yang selalu dia tatapnya sinis ketika nekat mendekatiku.
           
“Kamu seharusnya mengerti, Flo. Paman akhir-akhir ini sangat sibuk dengan pekerjaan paman. Belum lagi pendidikan Doktor  paman yang memakan banyak tenanga dan pikiran. Jika paman menambahkan satu lagi mahasiswa yang harus paman bimbing di semester 4 ini, paman bisa-bisa kehilangan kesempatan untuk lulus tahun ini. Hanya kamu di antara mahasiswa bimbingan paman yang memiliki nilai yang cukup baik pada mata kuliah semester awal. Jika paman meminta dosen lain untuk membimbingnya, itu akan jadi masalah bagi paman. Jadi paman mohon, bantu paman kali ini. OK!”
           
Aku memasang wajah kesal. Mulutku mengembung. Aku melipat kedua tanganku di depan dada.
           
“Oh ayolah Flo, untuk kali ini. Baiklah, paman akan mengabulkan permintaanmu jika kamu mau membantu paman.”
           
Aku tersenyum sumringah “Termasuk untuk berlibur ke Korea?”
            “Itu tidak termasuk.” Jawabnya dengan memasang wajah galak. “Jangan memanfaatkan Sikon, Flo. Baiklah, sepertinya tidak ada cara lain. Paman akan menambahkan uang sakumu jika membantu paman, dan akan mengurangi uang sakumu jika menolaknya.” Ucapnya sambil memasang wajah yang menyebalkan.
           
“Itu Tidak adil, Itu pemaksaan namanya.” Ucapku protes.
           
“Dengan terpaksa paman lakukan.” Jawabnya sambil tersenyum.
           
Aku mengeluh menghembuskan napas panjang.... “Baiklah ...” dengan lemas aku beranjak pergi meninggalkan ruang kerjanya.
           
“Jangan mengeluh seperti itu, terlihat sekali kamu tidak tulus membantu paman.”
           
Aku memang tidak mau membantu paman jawabku dalam hati . aku berbalik menatap paman, dan memaksakan bibirku untuk tersenyum. “Paman harus menepati janji paman. Awas kalau tidak.” Ancamku dan berlalu pergi.

“Aku benci ini, aku benci ini, aku benci!!! Huuh.”  teriakku di tengah tangga lantai tiga Fakultas Ekonomi. Aku menggaruk-garuk kepalaku yang tidak gatal, membuat rambutku berantakan. Kalau sampai ada orang yang melihat penampilanku sekarang, mungkin aku sudah dianggap gila. Aku duduk lemas di salah satu anak tangga dan kembali mendesah kesal, memeluk kuat lutut sambil sesekali menghentak-hentakan kedua kakiku bergantian ke anak tangga. Sungguh aku sangat kesal, kenapa aku harus kembali bertemu dengannya.
Aku kembali memeluk lututku menyembunyikan wajah di antar kedua lutut. “Hero, aku tidak akan memaafkanmu, tidak akan!”

Perasaan sakit, malu, tatapan-tatapan yang menyakitkan, kata-kata yang seperti pisau mengikis harga diriku, untuk semua itu, aku tidak akan memaafkanmu.
Kau penyebab semuanya, membuatku tak berani untuk memulainya, mencintai lebih menyakitkan daripada dicintai.

Hening, hanya helaan napasku yang terdengar. Air mata, entah sejak kapan mengalir jatuh dan merembas pad Jins celanaku. Sungguh, mengingat kembali kejadian itu sangat menyakitkan.
Hero, aku tidak akan memaafkanmu.

*****

7 tahun yang lalu.

SMP 2 Bandung.

Hari ini seperti biasa, aku berangkat kesekolah lebih pagi dari yang lain. Di tanganku Sebuah apel  merah segar yang menggoda kugenggam erat. Aku tidak rela apel yang kusiapkan sejak tadi malam lecet sedikitpun.
Dengan bibir yang terus tersenyum, perlahan kumasukan apel tersebut bersamaan dengan surat kedalam salah satu Loker anggota Tim Basket. Loker tersebut adalah loker seorang pria yang beberapa bulan ini aku taksir dan surat itu adalah surat kedua setelah surat pernyataanku yang kemarin.
Kututup jendela loker tersebut dengan sangan hati-hati agar tidak menimbulkan suara sedikitpun. Aku membersihkan namanya yang tertera pada sudut loker tersebut dengan saputangan yang juga kusediakan tadi malam. Entah sudah berapa apel yang kumasukan ke dalam loker ini.

Hiro Nakamura, pria yang telah mencuri hatiku sejak pertama kali bertemu. Aku tersenyum memandang namanya. Sungguh ajaib, kenapa hanya melihat namanya saja sudah membuat hariku seperti taman yang dipenuhi berbunga-bunga yang bermekaran^^. Aku melihat jam tanganku, Oh God! Sudah jam 06:30. Aku harus segera keluar dari ruangan ini, kalau tidak cepat-cepat bisa gawat.

Aku berjalan di koridor dengan perasaan menyenangkan. Aku menyapa teman-teman yang kulewati. Aneh, kenapa mereka menatapku seperti itu.  seolah aku adalah elien yang tiba-tiba muncul di bumi. Sesekali mereka saling berbisik dan kemudian kembali menatapku tajam. Aku memiringkan kepalaku berpikir  ada apa sebenarnya? Walau aku berusaha mengabaikannya, tapi ini tetap saja aneh.

Ok, ini tidak seperti biasanya. Meski aku sering dipandang aneh karena kawat gigiku yang besar dan menonjol. Tapi ini berbeda, tatapan mereka lebih seperti menghakimi. Seolah aku adalah narapidana yang baru bebas.
Whatever, kuhempaskan pikiran-pikiran aneh dikepalaku. Yahh, aku tidak harus memikirkan masalah mereka. Toh mereka juga tidak memikirkan permasalahanku He e e e.

“Flo! ........”

Seorang Pria berkacamata berlari menghampiriku.

“Apa kau Flora Agustin Kelas 2C?”Tanya pria tersebut dengan napas terengah.

“Aku mendapat sms dari temanmu, Agnes. Dia bilang kamu jangan masuk ke kelas dulu. pergilah ke UKS. Jam kedua Agnes akan menyusulmu kesana.”

“Kenapa aku harus ke UKS? aku gak sakit.”

“Tidak Tahu, dia menyuruhku untuk menyampaikannya padamu.”

“Bentar Aku sms dia dulu.” Aku merogoh kantung bajuku, namun ternyata Hpku tertinggal di dirumah. “Astaga Hpku tertinggal di rumah” Tanpa sadar aku menepuk  jidatku sendiri. Ahhhhh ceroboh. Aku terlalu semangant menyiapkan apel dan surut sampai hpku tertinggal di kamar.

“Apa dia menjelaskan kenapa aku harus ke UKS sekarang?”

“Tidak.”

Aku diam sejenak memikirkannya. Agnes seharusnya tahu jam pertama ada ulangan Matematika. Kenapa dia menyuruhku untuk bolos? Sebaiknya aku kekelas dulu deh.

“Baiklah, terimakasih.” Aku hendak meninggalkannya menuju kelas, namun ia menghentikanku dengan pertanyaannya.

“Kamu...... apa tidak tahu info mading hari ini?

“Info apa?” tanyaku penasaran.

“Jadi kamu belum tahu?!” ia terlihat kaget mendengar jawabanku.

Aku menggelengkan kepala. Pria itu hanya menjawab Oh dan pamit untuk masuk ke kelasnya dan akupun berjalan menuju kelasku.
Sesampainya didepan pintu kelas, sebelum masuk langahku terhenti mendengar suara Patricia yang sedang membacakan kalimat-kalimat yang sepertinya aku kenal.

Hai Hiro.... semoga kamu tidak bosan menerima apel dariku.
Apa apel kemarin manis?
Apa kau ingin tahu siapa aku?
Sepertinya aku harus Jujur.
Namaku Flora Agustin siswa kelas 2C, kita sekelas. Walaupun sekelas kita tidak pernah mengobrol.

Apa kau mengenalku?
Gadis cengeng di bawah pohon yang kau berikan apel.
 Yaa itu aku.^^v
 Terimakasih apelnya. Apelmu sangat manis dan juga ajaib.
Kau tahu, karena Apelmu aku berhenti menangis saat itu.
Dan sejak saat itu juga aku menyimpan sebuah perasaan untukmu.
Hiro Nakamura, Maukah kau menjadi pacarku?

Gelegar tawa meramaikan suasana kelas setelah Patricia selesai membaca. Aku membeku di balik pintu. kugigit kuku-kuku jariku yang bergetar.
Benar, Itu Suratku. Surat pernyataan cintaku. Aku tidak menyangka kenapa suratku bisa ada pada Patricia dan sekarang di baca olehnya di depan kelas, dihadapan teman-teman.
           
“Hiro, Jika dia datang kau akan menjawab apa?” Tanya Patricia.
           
“Aku akan menerimamu My Bety lapea......” Jawab salah satu pria yang di susul dengan gelak tawa seluruh siswa.
           
Tak tahan mendengar hinaan itu aku masuk hendak mengambil suratku yang saat itu masih di tangan Patricia. Ia masih berdiri didepan kelas menampilkan wajah yang menyebalkan tangan kirinya ia topang di pinggang.
Kuambil paksa suratku di tangannya dengan emosi tak terkendali kutatap ia dengan tajam.
           
“Wow rupannya sang artis telah muncul?” Ia berkata dengan wajah menyebalkan matanya memandangku dari ujung kepala sampai ujung kaki.
           
“Hiro, Bety lapeamu udah datang. Ayo bangun, peluk dia dan bilang kaupun menyukainya. Ahahahah.”

Aku kembali mendengan suara tawa seluruh siswa yang kini memandangku seolah aku ini adalah badut yang disediakan untuk ulang tahun anak kecil. Pria itu, pria yang juga menghinaku tadi. Sekarang aku tahu dia. Dia adalah Mex, pria kurangajar yang suka menggangguku. Aku menatapnya penuh amarah.
Aku juga memandang Agnes yang saat itu duduk di kursi yang berada di sudut ruangan. Ia hanya menundung tidak berani menatapku.
           
“Hai yang benar saja!” Patricia berteriak ke arah Max, dengan tatapan yang menyeramkan. Patricia diam sejenak, ia kembali pandangannya ke arahku dengan tatapan menghina. “Gadis Prek seperti dia...... sama sekali bukan Tipe Hiro. Kalian Lihat! Rambut Ekor kudanya, Gigi kawat yang menyeramkan, Hemmm......” Patricia memandangku sambil berjalan mengelilingiku. “Dia lebih pantas jadi bayang-bayang. Bukan Begitu, Hiro?” 

Patricia mengalihkan pandangannya pada Hiro yang saat itu hanya diam memperhatikan kami. Hiro tidak kunjung menjawab ia memandang kearahku dengan mimik datar.

“Hiro, meski ini mustahil tolong bantu aku untuk menghentikan ini.” pintaku dalam hati.

“Hiro!” Teriakan Patricia memecah keheningan, ia sepertinya tidak tahan dengan diamnya Hiro. Meski demikian pandangan Hiro tak juga beralih dari mataku. Tidak lama kemudian, hiro mengeluarkan suaranya. Sebuah kalimat yang sulit di percaya.

“Iyah, Kau betul Patricia.”

Ucapan Hiro membuatku hatiku remuk tak tersisa, sangat menyakitkan. Dia seperti bukan Hiro yang kukenal, namun tatapannya telah meyakinkanku. Begitu dingin tanpa dan datar. Ia mengucapkannya tanpa ragu.
Aku mematung rasanya seperti mati, perkataannya seperti racun yang memusnahkan taman bunga yang tadi mekar. Tak terasa bulir air mata berjatuhan di sudut mataku. Mataku tak juga terlepas dari matanya, aku masih tak rela, kenapa dia harus melakukan hal sekejam ini. meski ia tidak mencintaiku setidaknya ia tidak boleh membuat diriku seterhina ini di depan orang-orang.

Hiro yang melihat kepedihan di mataku, membuat tatapannya berubah. Penyesalankah itu? mustahil. Namun jika demikian, sayang sekali semuanya telah terlambat. Kau telah menggoreskan luka yang terlalu dalam Hiro, kesempatanmu telah habis setelah kalimatmu yang kau lontarkan tadi.

“Woh, sepertinya sangat menyakitkan.” Patricia mengambil surat ditanganku. Dirobeknya perlahan surat itu di depan wajahku.

Tuhan aku sudah tidak kuat. Ini adalah kisah cintaku yang pertama, kenapa engkau begitu memberikan banyak luka ketika luka yang engkau torehkan sebelumnnya sepeninggal orang yang kusayangi belum kering. Aku menggigit bibirku. Aku tidak kuat, rasanya tulang ditubuhku hendak roboh. Aku harus segera pergi dari sini.

Aku meng hapus air mataku dengan punggung tangannku, kemudian aku menatap Patricia “Terimakasih, kau telah menunjukan kepadaku siapa dia sesungguhnya.” aku menatap Hero, meski aku telah berusaha sekuat tenangga untuk tidak meneteskan airmataku lagi. Namun ketika pandangan kami bertemu, airmataku begitu liar tak terbendung. Kekecewaan yang membuat airmataku terus turun. Tak tahan, dengan perlahan aku memundurkan langkahku, pergi meninggalkan kelas tanpa berhenti menghapus air mataku yang mengalir deras. 

Aku berjalan menyusuri koridor sekolah menuju ruang UKS. Orang-orang terus menatapku sambil berbisik. Aku melihat kerumunan orang yang tertarik melihat info mading sekolah. Aku berjalan melewatinya, orang-orang tadi tampak kaget melihat kedatanganku. Penasaran akupun melihat isi mading yang dilindungi dinding kaca itu, dan betapa kagetnya aku ketika aku menemukan copyan suratku di sana.

“Itu Flokan? kasian sekali dia.”

“Lagian gadis sepertinya berani sekali suka sama Hiro!”

“Ia betul, sepertinya dia gak punya kaca di rumanya.”

Aku menutup telingaku kencang dan berlari meninggalkan tempat itu menghindari kalimat-kalimat yang kian menyakitkan.
Aku masuk keruang UKS tanpa memperduliakan petugas piket yang terliha bingung melihatku menagis. Aku menangis sejadinya di kamar perawatan. Menangis mengeluapkan rasasakit di hati, tidak perduli pada pasien yang ada di sebelahku yang mungkin terganggu.
           
“Aku benci padamu Hiro, aku benci! Aku tidak akan Memaafkanmu! Sampaikapanpun aku akan membencimu.”           

****

Air mata entah sejak kapan merembas di mata  hingga berjatuhan. Sungguh mengingat kembali kejadian itu sangat menyakitkan. Hero, aku tidak akan memaafkanmu.
Tiba-tiba aku merasa punggungku menghangat, seperti ada seseorang yang  menyelimbuti nya. Aku terbangun perlahan memandang sekeliling di balik rambutku yang berantakan.

“Kyaaaa!!!” Aku kaget tidak terkira hingga tak sadar membentur tiang penyangga tangga. Hiro duduk di sampingku sambil brtopang dagu. Kulemparkan Jaket kulit miliknya sembarangan. “Ke... kenapa kau bisa ada disini, apa yang hendak kamu lakukan?! Ucapku histeris sambil berlindung dengan menyilangkan kedua tangan di depan dada.

“Ternyata, kau tidak berubah sama sekali yah, Cerobah dan pelupa.”

“Heyy, Hentikan! Aku tidak menyuruhmu untuk menyebutkan semua hal yang berhubungan dengan masalalu.”

“Oke...oke... Sekarang coba jawab siapa yang dengan sewot menyuruhku mengikutimu tadi.”

“Itu.... itu,” Aku mencari kata untuk berkilah. Yah, itu memang aku. Menyebalkan. “Tapi aku tidak menyuruhmu untuk naik bersamaku, aku menyuruhmu tunggu dibawah.” Lanjutku dengan nada tinggi aku tidak perduli kalaupun gendang telinganya hancur karena suaraku.

Dia tak membalas hanya tersenyum menggodaku. Wajahnya kian mendekatiku membuatku kian tersudut.

“Hentikan!” Aku berteriak kencang sambil mendorongnya menjauh. “Berhenti mempermainkanku!”

Dia terkekeh. “Aku hanya ingin memastikan sesuatu?” Aku mendengus kesal melihat tingkahnya yang menjengkelkan. “Apakah kau masih menyukaiku seperti dulu?”

“Jangan samakan aku dengan Flo yang dulu kau kenal! Aku tidak menyukaimu!”

Dia kembali tersenyum simpul memandangku. Senyumnya semangkin membuatku jengkel kepadanya tak tahan aku beranjak hendak pergi meninggalkannya menuruni tangga.

“Tunggu, kau mau kemana?”

Aku mengabaikan sahutannya. Tuhan kau tahu seberapa besar kebencianku padanya. Jadi ku mohon henyahkan dia dariku. Dia terus saja mengikuti kemanapun aku pergi.

“Jangan mengikutiku!”  teriakku pada Hiro. Dia kembali membalas amukannku dengan senyumnya. Ingin sekali aku menarik topeng malaikatnya. Dia, apa tidak pegal terus tersenyum seperti itu. “Jika kau terus seperti ini aku akan berteriak dan menyebutmu penguntit.”

“Ahahahaha!” dia tertawa kencang sedikit berlebihan. “Kau lupa yah.” Aku menautkan kedua alisku. “Baiklah aku akan mengingatkanmu kembali. Jika kau tidak mau membimbingku, Uang sakumu akan di potong.” Ucap Hiro sambil menunjukan senyum Iblisnya.

“Kau menguping pembicaraan kami?!” Tanyaku tak percaya. Dia mengangkat kedua alisnya.

“Sebuah ketidak sengajaan.”  Jawabnya santai.

“Kau!” Kepalaku mulai terasa sakit. Aku memijit pelan pelipis kepalaku. Oke Flo, ini sudah biasa. Kau pasti bisa melaluinya. Tarik napas, tahan 1, 2, 3, 4, 5. Keluarkan dengan perlahan. Sepertiya aku sudah sedikit tenang.

“Okey, Sekarang apa yang bisa aku bantu?”

Hiro terlihat kebingungan dengan perubahanku yang tiba-tiba. Namun sepertinya dia dapat menguasai dirinya kembali.

“Ayo kita kencan,” jawabnya santai sambil tersenyum menggodaku.

“TIDAK!”




*****