Hari ini Mendung datang dengan tiba-tiba. Membawa memory gelap yang ingin aku lupakan.
Pagi itu di hari senin pada jam MK Pertama. Kelas begitu ramai oleh suara para mahasiswa Jurusan Ekonomi semester 6. Akupun turut luput dari keramayan itu. Aku dan teman-temanku membicarakan salah satu tema yang setiap hari kami bahas sebelum jam pelajaran dimulai. Pelajaran? Bukan. Polemik Perekonomian Negara? Bukan juga. He e e e ..... Apa lagi, tentu saja drama Korea kesukaan kami. Gubrak!
Aku begitu semangat menceritakan karakter Misil dalam drama The Great Queen Sandeok. Yang begitu memukau memerankan perannya. Sesekali aku mengikuti gaya alisnya yang khas saat bercerita, dan ini membuat teman-temanku tertawa terpingkal-pingkal.
“Pagi Semuanya, Mohon perhatiannya!” Ucap dosen yang entah sejak kapan sudah berada di depan kelas.
“Sebelum
kita mulai MK pertama, Bapak akan memperkenalkan Mahasisa baru pindahan dari salah
satu Universitas ternama di Tokyo. Silahkan masuk, Hero.”
Hiro,
nama yang sepertinya aku kenal. Semoga bukan pria menyebalkan yang kukenal.
Tap...
tap... tap, Suara langkah sepatu dari pria yang sedang berjalan memasuki kelas.
Satu detik, dua detik, sampai detik kesepuluh aku memperhatikan wajah pemuda
yang kini berada di depan kelas tersenyum
ke arahku. JDERRRRR!!!
Aku menganga menyadarinya. Seperti sebuah petir yang
tiba-tiba muncul ditengah keheningan, menghangus leburkan keindahan bumi,
membuat permukaannya retak membentu sebuah jurang yang dalam dan aku jatuh
terjun kedalamnya. Mengerikan.
“Perkenalkan,
nama saya Hiro Nakamura. Umur 23 tahun
saya Mahasiswa pindahan dari Jepang, Mohon bimbingannya.”
“Bahasa
Indonesiamu cukup lancar?”
“Terimakasih,
Pak.”
Kelaspun
Riuh oleh suara para gadis centil yang menyapa Hiro, merka bertanya apa ia berasal
dari Jepang, Apa dia masih saudara dekat Jaejoong dan bla...bla...bla... Mereka
bertanya tanpa tahu berita apa? Jaejoongkan berasal dari korea. ==”
Berbanding
terbalik dengan para gadis, para pria menatap Hiro waspada. Mungkin aku akan
ikut heboh seperti gadis yang lainnya jika pria
yang memiliki tatapan tajam dan mempesona itu bukan Hiro dan untuk
pertama kalinya aku satu kubu dengan para pria, memberikan tatapan waspada,
mengalahkan keterpesonaanku pada ketampanannya.
“Hiro,
Kamu Boleh duduk di sana.” Dosen Ekonomi Mikroku Pak Zaini, yang selalu kubuat
kesal setiap kali diskusi. Menunjuk kursi kosong yang berada di samping kananku.
Oh
tidak! Dia di sampingku? Tidak akan aku biarkan udara di sekitar kursiku berubah
menjadi berracun karena ada dia di
sampingku.
“Kursi
di sampingkuku sudah di tempati seseorang, Pak.” Ucapku dengan tergesa.
Pak
Zaini menatapku sambil menautkan kedua alisnya. “Saya lihat kursi itu kosong
sejak dari tadi. Memang siapa yang duduk di situ?!” Pak Zaini membentuk simpul
kecut pada bibirnya. Dia menunggu jawabnku sambil berdecak pinggang. Dari
tatapannya ia seolah berkata “Jangan membuat masalah lagi denganku, kalau tidak
kau akan kuberi nilai C.”
Oh
Tuhan untuk kali ini aku menyesal sering berulah dengannya. Sial, kenapa hari
ini tiba-tiba menjadi menyebalkan. Mati aku! Aku gak bisa jawab apa-apa.
“Hero,
Silahkan kamu duduk di sana.” Mulutku mengembung kesal tidak terima.
“Siapa
dia antara kalian yang dosen pembimbingnya adalah Bapak Alex Pradia.”
Ya
Tuhan.... apalagi ini? “Ak.... aku, Pak.” Jawabku ragu sambil mengacungkan
tangan.
“Dia
salahsatu Mahasiswa bimbingannya. Antarkan dia keruangan Bapa Alex, sehabis jam
Mata Kuliah. Sepertinya dia perlu pemandu jalan. Bukan begitu Alex?”
“Betul
sekali, Pak.” Jawab Alex sambil kembali menampakkan senyum menyebalkannya ke
arahku.
Aku
seperti Komik tak berwarna yang tertiup angin musim gugur. Oh Tuhan, sempurna
sudah hari ini.
Hiro
tersenyum berjalan kearahku. Aku mengalihkan wajahku kesisi kiri mengacuhkannya, memandang pemandangan di
balik jendela. Untung sisi kiriku ada pemandangan indah. Entah apa jadinya
nanti jika setiap aku memalikan wajahku selalu melihat wajahnya yang
menyebalkan itu. Huhh aku mendesah menjatuhkan kepalaku terkulap di atas meja
lemas ... Flo, sepertinya hari-harimu akan menjadi hari yang melelahkan.
“Hey,
hey... apa kau kenal dia? Sejak dari tadi dia memandangmu terus?” Tanya salah
satu sahabatku yang duduk di depan kursiku. Dia terus saja menyenggolku agar
aku menjawab pertanyaanya. Heran aku, apa lehernya tidak pegal karena terus
berbalik hanya untuk bertanya tentang orang menyebalkan itu.
“Haigoooo dia tampan sekali, dia mirip Jaejong
JYJ!” Ucapanya lagi membuat kepalaku
semakin pusing. Jaejoong! Yang benar saja. Akhirnya akupun tidak tahan untuk menjawabnya.
“Tidak
tahu, Menurutku dia hanya Demon yang beruntung memiliki wajah malaikat!
Hati-hati kau bisa mati terjebak oleh wajah malaikatnya!” Ucapku sinis sambil sekilas melirik wajahnya
yang saat itu hanya tersenyum menertawakanku. Sial, apa yang lucu! Aku memilih
kembali terkulap memandang pemandangan di balik jendela.
Pletak!!
“Auuu***”
Sebuah Spidol melayang ke kepalaku.
“Flora
Agustin, Aku tidak suka ada mahasiswa yang tidur disaat Mata Kuliahku dimulai!”
“Iya,
Pak!” Ucapku merengut sambil mengelus kepala yang terkena lemparan spidol tadi dan
kelaspun riuh kembali karena menertawakanku. Aku memandang Hiro, yakin salah satu
suara di kelas adalah suaranya, namun perkiraanku salah dia tidak tertawa malah
terlihat tenang sedang mencatat materi yang sedang di sampaikan Pak Zaini.
****
Tidak Mau.... tidak mau.... Tidak
mau!!!!! Aku berteriak dalam hati.
“Paman,
bisa tidak paman meminta dosen atau mahasiswa lain untuk membimbingnya. Pilih
siapa saja asal jangan aku! Please.” Pintaku memelas, kedua telapak tangan
kurapatkan di depan hidung. sambil mengeluarkan Jurus Pupyeyesku. Ini adalah
jurus andalanku tidak satupun orang yang mampu menolak permintaanku ketika aku
mengeluarkan jurusku ini.
“Hentikan
tingkahlakumu yang seperti anak kecil itu! kamu sungguh tidak manis, Flo.”
Aku
seperti tertimpa batu besar saat mendengarnya. Aku meliriknya yang sedang sibuk
menyusun file dengan muka kaku. Agrrrr pamanku ini terkadang memang sangat
kejam. Kata siapa aku ini tidak manis? Paman sepertinya lupa siapa keponakannya
ini. Siapa laki-laki yang selalu dia tatapnya sinis ketika nekat mendekatiku.
“Kamu
seharusnya mengerti, Flo. Paman akhir-akhir ini sangat sibuk dengan pekerjaan
paman. Belum lagi pendidikan Doktor paman yang memakan banyak tenanga dan pikiran.
Jika paman menambahkan satu lagi mahasiswa yang harus paman bimbing di semester
4 ini, paman bisa-bisa kehilangan kesempatan untuk lulus tahun ini. Hanya kamu
di antara mahasiswa bimbingan paman yang memiliki nilai yang cukup baik pada
mata kuliah semester awal. Jika paman meminta dosen lain untuk membimbingnya,
itu akan jadi masalah bagi paman. Jadi paman mohon, bantu paman kali ini. OK!”
Aku
memasang wajah kesal. Mulutku mengembung. Aku melipat kedua tanganku di depan
dada.
“Oh
ayolah Flo, untuk kali ini. Baiklah, paman akan mengabulkan permintaanmu jika
kamu mau membantu paman.”
Aku
tersenyum sumringah “Termasuk untuk berlibur ke Korea?”
“Itu tidak termasuk.” Jawabnya
dengan memasang wajah galak. “Jangan memanfaatkan Sikon, Flo. Baiklah,
sepertinya tidak ada cara lain. Paman akan menambahkan uang sakumu jika
membantu paman, dan akan mengurangi uang sakumu jika menolaknya.” Ucapnya
sambil memasang wajah yang menyebalkan.
“Itu
Tidak adil, Itu pemaksaan namanya.” Ucapku protes.
“Dengan
terpaksa paman lakukan.” Jawabnya sambil tersenyum.
Aku
mengeluh menghembuskan napas panjang.... “Baiklah ...” dengan lemas aku
beranjak pergi meninggalkan ruang kerjanya.
“Jangan
mengeluh seperti itu, terlihat sekali kamu tidak tulus membantu paman.”
Aku memang tidak mau membantu
paman jawabku
dalam hati . aku berbalik menatap paman, dan memaksakan bibirku untuk
tersenyum. “Paman harus menepati janji paman. Awas kalau tidak.” Ancamku dan
berlalu pergi.
“Aku
benci ini, aku benci ini, aku benci!!! Huuh.”
teriakku di tengah tangga lantai tiga Fakultas Ekonomi. Aku
menggaruk-garuk kepalaku yang tidak gatal, membuat rambutku berantakan. Kalau
sampai ada orang yang melihat penampilanku sekarang, mungkin aku sudah dianggap
gila. Aku duduk lemas di salah satu anak tangga dan kembali mendesah kesal,
memeluk kuat lutut sambil sesekali menghentak-hentakan kedua kakiku bergantian
ke anak tangga. Sungguh aku sangat kesal, kenapa aku harus kembali bertemu
dengannya.
Aku
kembali memeluk lututku menyembunyikan wajah di antar kedua lutut. “Hero, aku
tidak akan memaafkanmu, tidak akan!”
Perasaan
sakit, malu, tatapan-tatapan yang menyakitkan, kata-kata yang seperti pisau
mengikis harga diriku, untuk semua itu, aku tidak akan memaafkanmu.
Kau penyebab
semuanya, membuatku tak berani untuk memulainya, mencintai lebih menyakitkan
daripada dicintai.
Hening, hanya
helaan napasku yang terdengar. Air mata, entah sejak kapan mengalir jatuh dan
merembas pad Jins celanaku. Sungguh, mengingat kembali kejadian itu sangat
menyakitkan.
Hero, aku tidak
akan memaafkanmu.
*****
7 tahun yang lalu.
SMP
2 Bandung.
Hari
ini seperti biasa, aku berangkat kesekolah lebih pagi dari yang lain. Di
tanganku Sebuah apel merah segar yang menggoda
kugenggam erat. Aku tidak rela apel yang kusiapkan sejak tadi malam lecet
sedikitpun.
Dengan bibir yang
terus tersenyum, perlahan kumasukan apel tersebut bersamaan dengan surat
kedalam salah satu Loker anggota Tim Basket. Loker tersebut adalah loker seorang
pria yang beberapa bulan ini aku taksir dan surat itu adalah surat kedua
setelah surat pernyataanku yang kemarin.
Kututup jendela
loker tersebut dengan sangan hati-hati agar tidak menimbulkan suara sedikitpun.
Aku membersihkan namanya yang tertera pada sudut loker tersebut dengan
saputangan yang juga kusediakan tadi malam. Entah sudah berapa apel yang kumasukan
ke dalam loker ini.
Hiro
Nakamura, pria yang telah mencuri hatiku sejak pertama kali bertemu. Aku
tersenyum memandang namanya. Sungguh ajaib, kenapa hanya melihat namanya saja
sudah membuat hariku seperti taman yang dipenuhi berbunga-bunga yang bermekaran^^.
Aku melihat jam tanganku, Oh God! Sudah jam 06:30. Aku harus segera keluar dari
ruangan ini, kalau tidak cepat-cepat bisa gawat.
Aku
berjalan di koridor dengan perasaan menyenangkan. Aku menyapa teman-teman yang
kulewati. Aneh, kenapa mereka menatapku seperti itu. seolah aku adalah elien yang tiba-tiba muncul
di bumi. Sesekali mereka saling berbisik dan kemudian kembali menatapku tajam. Aku
memiringkan kepalaku berpikir ada apa
sebenarnya? Walau aku berusaha mengabaikannya, tapi ini tetap saja aneh.
Ok,
ini tidak seperti biasanya. Meski aku sering dipandang aneh karena kawat gigiku
yang besar dan menonjol. Tapi ini berbeda, tatapan mereka lebih seperti
menghakimi. Seolah aku adalah narapidana yang baru bebas.
Whatever, kuhempaskan
pikiran-pikiran aneh dikepalaku. Yahh, aku tidak harus memikirkan masalah
mereka. Toh mereka juga tidak memikirkan permasalahanku He e e e.
“Flo!
........”
Seorang
Pria berkacamata berlari menghampiriku.
“Apa
kau Flora Agustin Kelas 2C?”Tanya pria tersebut dengan napas terengah.
“Aku
mendapat sms dari temanmu, Agnes. Dia bilang kamu jangan masuk ke kelas dulu. pergilah
ke UKS. Jam kedua Agnes akan menyusulmu kesana.”
“Kenapa
aku harus ke UKS? aku gak sakit.”
“Tidak
Tahu, dia menyuruhku untuk menyampaikannya padamu.”
“Bentar
Aku sms dia dulu.” Aku merogoh kantung bajuku, namun ternyata Hpku tertinggal
di dirumah. “Astaga Hpku tertinggal di rumah” Tanpa sadar aku menepuk jidatku sendiri. Ahhhhh ceroboh. Aku terlalu
semangant menyiapkan apel dan surut sampai hpku tertinggal di kamar.
“Apa
dia menjelaskan kenapa aku harus ke UKS sekarang?”
“Tidak.”
Aku
diam sejenak memikirkannya. Agnes seharusnya tahu jam pertama ada ulangan
Matematika. Kenapa dia menyuruhku untuk bolos? Sebaiknya aku kekelas dulu deh.
“Baiklah,
terimakasih.” Aku hendak meninggalkannya menuju kelas, namun ia menghentikanku
dengan pertanyaannya.
“Kamu......
apa tidak tahu info mading hari ini?
“Info
apa?” tanyaku penasaran.
“Jadi
kamu belum tahu?!” ia terlihat kaget mendengar jawabanku.
Aku
menggelengkan kepala. Pria itu hanya menjawab Oh dan pamit untuk masuk ke
kelasnya dan akupun berjalan menuju kelasku.
Sesampainya
didepan pintu kelas, sebelum masuk langahku terhenti mendengar suara Patricia yang
sedang membacakan kalimat-kalimat yang sepertinya aku kenal.
Hai Hiro.... semoga kamu tidak
bosan menerima apel dariku.
Apa apel kemarin manis?
Apa kau ingin tahu siapa aku?
Sepertinya aku harus Jujur.
Namaku Flora Agustin siswa kelas
2C, kita sekelas. Walaupun sekelas kita tidak pernah mengobrol.
Apa kau mengenalku?
Gadis cengeng di bawah pohon yang
kau berikan apel.
Yaa itu aku.^^v
Terimakasih apelnya. Apelmu sangat manis dan
juga ajaib.
Kau tahu, karena Apelmu aku
berhenti menangis saat itu.
Dan sejak saat itu juga aku menyimpan
sebuah perasaan untukmu.
Hiro Nakamura, Maukah kau menjadi
pacarku?
Gelegar
tawa meramaikan suasana kelas setelah Patricia selesai membaca. Aku membeku di
balik pintu. kugigit kuku-kuku jariku yang bergetar.
Benar, Itu
Suratku. Surat pernyataan cintaku. Aku tidak menyangka kenapa suratku bisa ada
pada Patricia dan sekarang di baca olehnya di depan kelas, dihadapan
teman-teman.
“Hiro,
Jika dia datang kau akan menjawab apa?” Tanya Patricia.
“Aku
akan menerimamu My Bety lapea......” Jawab salah satu pria yang di susul dengan
gelak tawa seluruh siswa.
Tak
tahan mendengar hinaan itu aku masuk hendak mengambil suratku yang saat itu
masih di tangan Patricia. Ia masih berdiri didepan kelas menampilkan wajah yang
menyebalkan tangan kirinya ia topang di pinggang.
Kuambil paksa
suratku di tangannya dengan emosi tak terkendali kutatap ia dengan tajam.
“Wow
rupannya sang artis telah muncul?” Ia berkata dengan wajah menyebalkan matanya
memandangku dari ujung kepala sampai ujung kaki.
“Hiro,
Bety lapeamu udah datang. Ayo bangun, peluk dia dan bilang kaupun menyukainya.
Ahahahah.”
Aku
kembali mendengan suara tawa seluruh siswa yang kini memandangku seolah aku ini
adalah badut yang disediakan untuk ulang tahun anak kecil. Pria itu, pria yang
juga menghinaku tadi. Sekarang aku tahu dia. Dia adalah Mex, pria kurangajar
yang suka menggangguku. Aku menatapnya penuh amarah.
Aku juga memandang
Agnes yang saat itu duduk di kursi yang berada di sudut ruangan. Ia hanya
menundung tidak berani menatapku.
“Hai
yang benar saja!” Patricia berteriak ke arah Max, dengan tatapan yang
menyeramkan. Patricia diam sejenak, ia kembali pandangannya ke arahku dengan
tatapan menghina. “Gadis Prek seperti dia...... sama sekali bukan Tipe Hiro.
Kalian Lihat! Rambut Ekor kudanya, Gigi kawat yang menyeramkan, Hemmm......” Patricia
memandangku sambil berjalan mengelilingiku. “Dia lebih pantas jadi
bayang-bayang. Bukan Begitu, Hiro?”
Patricia
mengalihkan pandangannya pada Hiro yang saat itu hanya diam memperhatikan kami.
Hiro tidak kunjung menjawab ia memandang kearahku dengan mimik datar.
“Hiro,
meski ini mustahil tolong bantu aku untuk menghentikan ini.” pintaku dalam
hati.
“Hiro!”
Teriakan Patricia memecah keheningan, ia sepertinya tidak tahan dengan diamnya
Hiro. Meski demikian pandangan Hiro tak juga beralih dari mataku. Tidak lama
kemudian, hiro mengeluarkan suaranya. Sebuah kalimat yang sulit di percaya.
“Iyah,
Kau betul Patricia.”
Ucapan
Hiro membuatku hatiku remuk tak tersisa, sangat menyakitkan. Dia seperti bukan
Hiro yang kukenal, namun tatapannya telah meyakinkanku. Begitu dingin tanpa dan
datar. Ia mengucapkannya tanpa ragu.
Aku mematung
rasanya seperti mati, perkataannya seperti racun yang memusnahkan taman bunga
yang tadi mekar. Tak terasa bulir air mata berjatuhan di sudut mataku. Mataku
tak juga terlepas dari matanya, aku masih tak rela, kenapa dia harus melakukan
hal sekejam ini. meski ia tidak mencintaiku setidaknya ia tidak boleh membuat
diriku seterhina ini di depan orang-orang.
Hiro
yang melihat kepedihan di mataku, membuat tatapannya berubah. Penyesalankah itu?
mustahil. Namun jika demikian, sayang sekali semuanya telah terlambat. Kau
telah menggoreskan luka yang terlalu dalam Hiro, kesempatanmu telah habis
setelah kalimatmu yang kau lontarkan tadi.
“Woh,
sepertinya sangat menyakitkan.” Patricia mengambil surat ditanganku. Dirobeknya
perlahan surat itu di depan wajahku.
Tuhan
aku sudah tidak kuat. Ini adalah kisah cintaku yang pertama, kenapa engkau
begitu memberikan banyak luka ketika luka yang engkau torehkan sebelumnnya
sepeninggal orang yang kusayangi belum kering. Aku menggigit bibirku. Aku tidak
kuat, rasanya tulang ditubuhku hendak roboh. Aku harus segera pergi dari sini.
Aku
meng hapus air mataku dengan punggung tangannku, kemudian aku menatap Patricia “Terimakasih,
kau telah menunjukan kepadaku siapa dia sesungguhnya.” aku menatap Hero, meski
aku telah berusaha sekuat tenangga untuk tidak meneteskan airmataku lagi. Namun
ketika pandangan kami bertemu, airmataku begitu liar tak terbendung. Kekecewaan
yang membuat airmataku terus turun. Tak tahan, dengan perlahan aku memundurkan
langkahku, pergi meninggalkan kelas tanpa berhenti menghapus air mataku yang
mengalir deras.
Aku
berjalan menyusuri koridor sekolah menuju ruang UKS. Orang-orang terus
menatapku sambil berbisik. Aku melihat kerumunan orang yang tertarik melihat
info mading sekolah. Aku berjalan melewatinya, orang-orang tadi tampak kaget
melihat kedatanganku. Penasaran akupun melihat isi mading yang dilindungi
dinding kaca itu, dan betapa kagetnya aku ketika aku menemukan copyan suratku
di sana.
“Itu
Flokan? kasian sekali dia.”
“Lagian
gadis sepertinya berani sekali suka sama Hiro!”
“Ia
betul, sepertinya dia gak punya kaca di rumanya.”
Aku
menutup telingaku kencang dan berlari meninggalkan tempat itu menghindari
kalimat-kalimat yang kian menyakitkan.
Aku masuk keruang
UKS tanpa memperduliakan petugas piket yang terliha bingung melihatku menagis.
Aku menangis sejadinya di kamar perawatan. Menangis mengeluapkan rasasakit di
hati, tidak perduli pada pasien yang ada di sebelahku yang mungkin terganggu.
“Aku
benci padamu Hiro, aku benci! Aku tidak akan Memaafkanmu! Sampaikapanpun aku
akan membencimu.”
****
Air
mata entah sejak kapan merembas di mata hingga berjatuhan. Sungguh mengingat kembali
kejadian itu sangat menyakitkan. Hero, aku tidak akan memaafkanmu.
Tiba-tiba aku
merasa punggungku menghangat, seperti ada seseorang yang menyelimbuti nya. Aku terbangun perlahan
memandang sekeliling di balik rambutku yang berantakan.
“Kyaaaa!!!”
Aku kaget tidak terkira hingga tak sadar membentur tiang penyangga tangga. Hiro
duduk di sampingku sambil brtopang dagu. Kulemparkan Jaket kulit miliknya
sembarangan. “Ke... kenapa kau bisa ada disini, apa yang hendak kamu lakukan?!
Ucapku histeris sambil berlindung dengan menyilangkan kedua tangan di depan
dada.
“Ternyata,
kau tidak berubah sama sekali yah, Cerobah dan pelupa.”
“Heyy,
Hentikan! Aku tidak menyuruhmu untuk menyebutkan semua hal yang berhubungan
dengan masalalu.”
“Oke...oke...
Sekarang coba jawab siapa yang dengan sewot menyuruhku mengikutimu tadi.”
“Itu....
itu,” Aku mencari kata untuk berkilah. Yah, itu memang aku. Menyebalkan. “Tapi
aku tidak menyuruhmu untuk naik bersamaku, aku menyuruhmu tunggu dibawah.”
Lanjutku dengan nada tinggi aku tidak perduli kalaupun gendang telinganya
hancur karena suaraku.
Dia
tak membalas hanya tersenyum menggodaku. Wajahnya kian mendekatiku membuatku
kian tersudut.
“Hentikan!”
Aku berteriak kencang sambil mendorongnya menjauh. “Berhenti mempermainkanku!”
Dia
terkekeh. “Aku hanya ingin memastikan sesuatu?” Aku mendengus kesal melihat
tingkahnya yang menjengkelkan. “Apakah kau masih menyukaiku seperti dulu?”
“Jangan
samakan aku dengan Flo yang dulu kau kenal! Aku tidak menyukaimu!”
Dia
kembali tersenyum simpul memandangku. Senyumnya semangkin membuatku jengkel
kepadanya tak tahan aku beranjak hendak pergi meninggalkannya menuruni tangga.
“Tunggu,
kau mau kemana?”
Aku
mengabaikan sahutannya. Tuhan kau tahu seberapa besar kebencianku padanya. Jadi
ku mohon henyahkan dia dariku. Dia terus saja mengikuti kemanapun aku pergi.
“Jangan
mengikutiku!” teriakku pada Hiro. Dia
kembali membalas amukannku dengan senyumnya. Ingin sekali aku menarik topeng
malaikatnya. Dia, apa tidak pegal terus tersenyum seperti itu. “Jika kau terus
seperti ini aku akan berteriak dan menyebutmu penguntit.”
“Ahahahaha!”
dia tertawa kencang sedikit berlebihan. “Kau lupa yah.” Aku menautkan kedua
alisku. “Baiklah aku akan mengingatkanmu kembali. Jika kau tidak mau membimbingku,
Uang sakumu akan di potong.” Ucap Hiro sambil menunjukan senyum Iblisnya.
“Kau
menguping pembicaraan kami?!” Tanyaku tak percaya. Dia mengangkat kedua
alisnya.
“Sebuah
ketidak sengajaan.” Jawabnya santai.
“Kau!”
Kepalaku mulai terasa sakit. Aku memijit pelan pelipis kepalaku. Oke Flo, ini
sudah biasa. Kau pasti bisa melaluinya. Tarik napas, tahan 1, 2, 3, 4, 5.
Keluarkan dengan perlahan. Sepertiya aku sudah sedikit tenang.
“Okey,
Sekarang apa yang bisa aku bantu?”
Hiro
terlihat kebingungan dengan perubahanku yang tiba-tiba. Namun sepertinya dia
dapat menguasai dirinya kembali.
“Ayo
kita kencan,” jawabnya santai sambil tersenyum menggodaku.
“TIDAK!”
*****